Selintas Perkembangan KUBAH (Dome) dari Jaman ke Jaman
Kubah (dome) adalah salah satu bagian/unsur dari arsitektur yang berfungsi sebagai atap bangunan dan berbentuk menyerupai bola terbelah atau separuh bola yang banyak digunakan di berbagai negara. Ada juga yang berbentuk seperti kerucut dengan permukaannya yang cembung atau melengkung keluar. Selain itu terdapat juga yang berbentuk piring karena menggunakan konsep rancangan puncaknya yang rendah dengan dasar yang besar seperti piring, dan berbentuk bawang dengan konsep rancang menyerupai bawang. Jamak ditemui di berbagai tempat bahwa elemen atap berbentuk setengah bola ini lebih sering diletakkan pada tempat tertinggi dari sebuah bangunan. Hal ini tak lepas dari sejarah awal keberadaannya dalam peradaban manusia.
Dari waktu ke waktu elemen atap ini telah banyak mengalami perubahan yang sangat signifikan. Semua berawal dari pertumbuhan arsitektur kuno yang membuat suatu konsep bangunan atap pondokan/ rumah primitif. Atap tersebut (saat ini dikenal sebagai kubah) mulanya terbuat dari dahan kayu sebagai rangka yang dipadatkan dengan selut atau lumpur dan diperkuat dengan batu sebagai penyangga. Atap arsitektural berbentuk setengah bola seperti ini dapat ditemukan pada bangunan-bangunan kecil di Kubur Mikene Yunani (Mycenaean Greeks) peninggalan peradaban abad ke-14 sebelum masehi.

Kubah Kuil/Pantheon di Roma
Pada zaman yang lebih maju atap setengah bola ini diciptakan tidak hanya untuk bangunan kecil seperti di makam kuno Yunani, namun lebih meluas difungsikan untuk menambah kemegahan suatu bangunan. Pada abad pertengahan dan renaissance struktur dome bulat mulai diperkenalkan di Romawi . Struktur yang bulat tersebut diletakkan pada bangunan berbentuk segi empat. Meluas lagi di Eropa, arsitek menerapkan ide tanglung (lentera/ lampion) di puncaknya dengan meletakkannya pada struktur bangunan silinder agar terlihat lebih tinggi. Bukti adanya ragam dome pada masa abad pertengahan bisa ditemui pada bangunan Pantheon (kuil) di kota Roma yang dibangun pada 118-128 masehi oleh raja Hadria.
Seiring perkembangannya di era modern saat ini kubah memiliki banyak varian bentuk dan fungsi. Dari sisi keberagaman bentuk tersebut dikembangkan pada nilai guna yang beragam pula. Bentuk yang bervariasi dimaksudkan untuk menambah nilai estetika suatu bangunan, sedangkan fungsinya tergantung pada tujuan atau motivasi pembangunan kubah tersebut. Sehingga tak heran di masa sekarang begitu banyak bangunan menggunakan kubah sebagai satu pilihan melengkapi konsep arsitektural. Tidak hanya bangunan-bangunan masjid/rumah peribadatan, bangunan umum pun banyak yang menggunakan konsep arsitektural dengan kubah sebagai pelengkapnya. Misalnya; rumah, stadion, gerbang wilayah, dan sebagainya.

Kubah Dome of the Rock masa Bani Ummayah
Saat ini, di Indonesia bahkan di dunia, kubah lebih sering dilihat pada bangunan-bangunan masjid. Tradisi ini diyakini banyak pihak dimulai pada masa dinasti Ummayah (pada 691 M). Hingga kini perkembangan demi perkembangan semakin menunjukkan betapa ia bisa diterima dengan baik oleh masyarakat Islam seluruh dunia.
Teknologi yang maju begitu pesat turut memengaruhi perkembangannya. Tidak hanya pada sisi bentuk dan fungsinya, namun bisa dilihat juga perkembangan pada bahan dasar untuk membuatnya. Contoh konkretnya adalah kubah berbahan dasar GRC (Glassfibre Reinforced Cement) seperti yang diproduksi oleh GRC Artikon. Kubah GRC beberapa tahun terakhir telah benar-benar maujud sebagai fenomena perkembangan dunia arsitektur yang menarik untuk diamati. Demikian adanya, karena keterkaitan antara teknologi-arsitektur-perkembangan peradaban-development of the dome terangkum satu menjadi sebuah elemen atap bernilai estetika, bernilai guna, dan tentu saja bersifat profitabilitas.